Minggu, 13 Maret 2022

Angon Bocah #6 Lathi Pakarthi Nyawiji

        Lathi Pakarti Nyawiji merupakan sebuah ajaran filsafat luhur dari warisan para leluhur yang dapat diartikan sebagai keselarasan antara ucapan, tindakan, dan perbuatan. Tema yang diangkat diharapkan mampu meningkatkan perilaku terpuji terhadap anak-anak dengan mengangkat sifat kejujuran dalam berperilaku. Kejujuran yang ada pada anak-anak tersebut diajarkan melalui permainan dan dolanan tradisional yang menjadi salah satu ciri khas perhelatan Angon Bocah 2019.

Lathi Pakarti Nyawiji mencoba memperkenalkan dan mengedukasi kepada anak-anak bahwa sikap jujur dalam berperilaku dibutuhkan sebagai sikap terpuji yang perlu diterapkan. Sifat jujur yang ditanamkan sejak dini, diharapkan mampu membentuk karakter anak hingga dewasa nanti. Sifat jujur menjadi sifat penting untuk memunculkan sikap terpuji lainnya.

Di perhelatan keenam ini bertepatan dengan Hari Anak Nasional, penggiat Angon Bocah juga mengajak kaum muda hingga masyarakat umum untuk menerapkan sikap kejujuran dengan tetap menyelaraskan ucapan, tindakan, dan perbuatan dalam berkehidupan. Bagi penggiat Angon Bocah sendiri yakni Sanggar Seni Nalirasa, sikap jujur dijadikan sebagai bara hidup yang diusung agar menjadikan kehidupan yang damai tanpa berprasangka satu sama lainnya. Kegiatan Angon Bocah sendiri diharapkan mampu konsisten dalam mengusung sifat terpuji melalui kegiatan sederhana namun memiliki nilai moral yang tinggi.

Dalam kegiatan ini kami juga mengundang teman teman dari gembira loka zoo untuk memberikan edukasi mengenai dunia satwa kepada anak-anak, serta kami juga menghadirkan pihak damkar untuk memberikan wawasan tambahan kepada anak-anak. Untuk kegiatan sosial donor darah kami juga mengundang pihak PMI untuk membantu penyetokan darah bagi warga yogyakarta.






 

Angon Bocah #5 Tatag Teteg Tutug

            Tatag, Teteg, Tutug adalah sebuah ajaran filsafat luhur yang begitu masyhur di Jawa. Seseorang yang memiliki sikap batin yang teguh, ulet dan kuat cita-citanya, maka akan sampai atau tercapai keinginan dan cita-citanya.

Angon Bocah #5 2018 yang mengusung tema "Tatag Teteg Tutug" mencoba mendidik dan mengedukasi kepada Anak-anak (bocah) untuk bercita-cita sejak kecil, teguh dan bersungguh-sungguh, hingga tumbuh dewasa menjadi pribadi yang ulet dan pantang menyerah dalam berproses terhadap apa yang sudah mereka cita-citakan.

Di Tahun Kelima ini para penggiat Angon Bocah juga mengajak kaum muda maupun masyarakat luas pada umumnya untuk menerapkan lelaku "Tatag Teteg Tutug" dalam hidup, baik dalam menuntut ilmu, bekerja maupun berkarya ataupun membangun peradaban dari irisan paling kecil yaitu Kampung secara gotong royong bersama-sama "nguri-uri" kebudayaan dan tradisi agar tidak luntur digerus laju jaman. Serta bersama-sama menciptakan suasana aman, nyaman, dan damai dari lingkup terkecil yang kita tinggali dan hidupi, agar bocah dapat tumbuh dan berkembang secara ideal menjadi generasi yang baik untuk masyarakat khususnya dan bangsa pada umumnya.

Dalam kegiatan ini kami juga mengundang teman teman dari gembira loka zoo untuk memberikan edukasi mengenai dunia satwa kepada anak-anak, serta kami juga menghadirkan pihak damkar untuk memberikan wawasan tambahan kepada anak-anak. Untuk kegiatan sosial donor darah kami juga mengundang pihak PMI untuk membantu penyetokan darah bagi warga Yogyakarta.






Angon Bocah #4 Serumpun Bambu Seribu Bunyi

Festival Angon Bocah #4 RUPA SWARA "Serumpun Bambu Seribu Bunyi", tema yang kami usung untuk memantik anak-anak (bocah) berkreasi dalam merespon barang seperti bambu, botol, panci, tambir dan barang bekas lainnya, ditabuh menjadi bebunyian yang berirama dan memerdekakan sesuai imajinasi yang mereka inginkan. Bocah pun dalam usia tertentu perlu ditabuh (dijawil) agar bersuara, untuk dapat melontar bebaskan ide, pikiran dan gerak kreatifitasnya.

Barang-barang bekas dan bambu tersebut kemudian akan menjadi alat musik yang akan dimainkan oleh anak-anak dalam arak-arakan budaya, sekaligus membuka serangkaian kegiatan Festival Angon Bocah #4 yang didalamnya terdapat dolanan tradisional, pentas seni, lomba anak-anak, arena edukasi, workshop dan Pasar Wutah.

Hal baru dari arena edukasi kali ini kami bekerjasama dengan Institusi Kepolisian Polisi Sahabat anak, dimana anak-anak dapat belajar di dalam bus Kepolisian yang di dalamnya terdapat layar-layar monitor yang memandu anak-anak belajar banyak hal. Festival Angon Bocah #4  selain menyajikan workshop bagi anak-anak, juga digelar workshop bagi kalangan anak muda, sebagai narasumber adalah Farid Stevy Asta, seorang seniman ternama di Jogjakarta dan desainer logo, sekaligus vokalis band FSTVLST, yang memberikan materi tentang visual branding.        






Angon Bocah #3 Seni Pertunjukan Jalan

            Jika universitas adalah semesta, dan guru adalah waktu, maka jalanan adalah altar bagi para pelaku seni untuk berkarya dan berkreasi. Kami mengandaikan jalanan kampung kami adalah jalan Malioboro yang masyhur itu, dimana para seniman tumpang tindih berbagi peran dalam cakupan seni. Di Festival Angon Bocah #3 "Seni Pertunjukan Jalan" & Kampung Mural, meski terdapat panggung utama, kami menyulap jalanan aspal sebagai wadah berserikatnya para pelaku seni, dari sulap, penggiat Puisi, Pelukis, Tari Jalanan, Reog, Teater, Street Art, semua tumpah mengisi keriuhan di kemeriahan Festival Angon Bocah #3.

Terpanjang pula beberapa ornamen dan karya seni sebagai objek untuk berfoto bagi para pengunjung. Selain tetap mengusung misi mengenalkan kembali dolanan dan permainan tradisional dan edukasi yang mendidik, Festival Angon Bocah #3 juga menggelar perpustakaan jalanan dan juga live sablonase, pengunjung dapat membawa kaos polos kemudian disablon gratis dengan artwork Angon Bocah sebagai cinderamata. Pengunjung juga dapat menikmati aneka jajanan "Pasar Wutah" dari UMKM Kampung Demakan.

Dengan tajuk Kampung Demakan sebagai Kampung Budaya dan Kampung Mural, pengunjung tidak hanya di suguhkan tontonan pertunjukan di panggung maupun di jalanan,  tapi juga dapat menyaksikan live mural yang sedang berlangsung di tembok rumah-rumah warga Kampung kami, yang menggandeng para artis ternama kelompok street art Yogyakarta.






Minggu, 28 Mei 2017

Angon Bocah #2 Nggambari Dalan

ANGON BOCAH #2 NGGAMBARI DHALAN
Tahun ke-2 2015, Pemuda Harapan Pemudi Demakan Lama dengan semangat pantang surut dipertanggung jawabkan lewat konsistensi dalam merawat tradisi, seni dan budaya melalui gelaran tahunan ANGON BOCAH.
Angon Bocah #2 dengan tema "Nggambari Dhalan" kembali digelar di tempat yang sama dengan konsep yang semakin menarik. Bercermin dari Angon Bocah #1 tentang Sekaten, Angon Bocah #2 menambahkan Pasar Wutah dan Kumpul Manuk sebagai gambaran kilas balik Pasar Beringharjo dan Pasar Ngasem saat itu. Selain tetap dengan memperkenalkan dolanan dan permainan tradisional, daya ledak imajinasi yang tidak bisa diterka-terka serta kejujuran anak-anak dalam menumpahkan imajinasinya, membuat kami terpikir untuk mengerucutkan kreatifitas anak-anak dengan menggambar dengan konsep yang unik, yaitu menggambar dengan media aspal jalan dengan kapur warna.
Angon Bocah #2 juga menjadi wadah keterlibatan para pemuda dan orang tua dalam cakupan yang lebih luas. Kumpul Manuk, mampu menjadi sarana bagi pemuda dan orang tua pecinta kicau burung untuk memamerkan peliharaannya, menikmati riuh kicaunya sembari menyesap kopi, ngobrol ngalor ngidul untuk menuju hakekat "srawung" yang sebenarnya.  Pemandangan yang begitu indah, masyarakat dapat berbaur dengan melepas segala atribut “kelas” dan “perbedaan”, bagaimana keberagaman adalah keindahan yang akhir-akhir ini justru Indonesia benar-benar sedang di uji tentang ke-Bhinekaannya.
Angon Bocah #2 juga mencoba menggerakkan sendi perekonomian warga dengan belajar berdagang melalui Pasar Wutah. Tidak dapat dipungkiri pembangunan tatanan kota serta pertumbuhan supermarket, hotel dan mall megah tanpa tedeng aling-aling menjadikan Pasar Tradisional serupa warisan yang terpinggirkan. Sejatinya kehidupan dan ekosistem adalah tentang keseimbangan, merangsek maju tanpa meninggalkan yang sudah jauh lampau ada, yakni warisan tradisi dan budaya. Pasar Wutah dikemas dengan konsep yang sangat menarik, berkaca pada pasar beringharjo berpuluh tahun yang lalu, sederhana dengan cita rasa Yogyakarta yang apa adanya namun tetap selalu istimewa
Kecintaan kami terhadap anak-anak tertumpah lewat Angon Bocah, banyak harap dan asa yang kami titipkan pada riang tawa dan tutur lugu mereka. Bocah di masa depan yang dekat adalah roda penggerak terhadap sebuah perbuhan zaman, penerus estafet dari apa yang pernah kami cita-citakan, bangun dan bahkan kami rubuhkan sendiri, arahan adalah hal yang maha penting tercurah lewat tindakan serta pengenalan-pengenalan terhadap budaya dan tradisi agar tidak hanya menjadi pitutur sejarah, bahkan luntur seiring bergesernya gaya hidup dan peradaban.

Salam budaya.
-Pemuda Harapan Pemudi-











Angon Bocah #1 Dolanan

ANGON BOCAH #1 DOLANAN
Tahun 2014 adalah tahun dimana gejolak politik memuncak hebat, beranak pinak menjadi kebencian saling sikut dan menjatuhkan lawan, serta bagaimana orang-orang jualan citra begitu masiv di layar televisi.
Tanpa memandang remeh bergulirnya hingar bingar pesta demokrasi, di anggunya sebuah kota Yogyakarta nyaman dan lestari, yang menjunjung tinggi nilai-nilai sarat tradisi dan budaya pada sudut kota yang nyaris urban, sebuah kampung pinggiran Demakan Lama Tegalrejo Yogyakarta sedang mengemban hajad nguri-uri kabudayan.
Sejak desak keresahan kemajuan zaman mengendap di kepala anak muda, bahkan hingga lumutan di tempurung keras kepala mereka, atau sebagian mereka yang meluapkan lewat umpatan pada dinding-dinding facebook tanpa tindakkan dan aksi yang nyata, masih ada beberapa orang dengan ide dan gagasan kreatif mencoba merespon tantangan zaman tersebut. Kemajuan zaman yang seperti deru kereta yang tidak bisa dihardik pergi, ia akan tetap melaju menyusuri rel-rel liuk-liuk kehidupan dari bulan ke tahun dari waktu ke waktu. Angon Bocah hadir sebagai penawar dan tindakkan nyata serta penyeimbang dari bujuk negatif kemajauan zaman saat ini.
Adalah Pemuda Harapan Pemudi Demakan Lama, melalui gelaran Angon Bocah seri perdana dengan tajuk DOLANAN, mencoba memperkenalkan kembali, serta memberi edukasi terhadap anak-anak tentang nilai-nilai luhur seni, tradisi, dan budaya.
Di Jl.Wiratama Demakan Lama Tegalrejo Yogyakarta, Angon Bocah #1 dihelat dengan konsep serupa Sekaten. Serangakaian acara yang ditandai dengan arak-arakan budaya, lalu anak-anak berbaur di sepanjang jalan dengan suguhan panggung, pertunjukkan dan kesenian, tak luput dengan berbagai dolanan dan permainan tradisional yang mungkin tak akan kita temui di penggalan kisah-kisah sinetron atau acara musik pagi di layar tv.
Angon Bocah mencoba memperkenalkan kepada anak-anak tentang romantisme masa lampau kami saat itu, seperti bermain egrang menyusuri sudut-sudut jalanan kampung atau bermain yeye karet di terik siang sepulang kami sekolah, dan masih banyak lagi yang kami bagi dan wariskan kepada mereka.
Kami juga meperkenalkan kepada anak-anak bermacam banyak seni tradisional pada Angon Bocah saat itu, salah duanya seperti Geguritan dan Gejog Lesung yang mungkin kedengarannya cukup aneh di indera dengar mereka, wajar saja. Arus lelagu yang tidak dapat di saring lagi, jangan terkaget jika adik-adikmu dapat melafalkan lagu-lagu cinta mendayu dan patah hati, dan banyak hal yang belum masanya untuk mereka dengar dan lafalkan.

-Pemuda Harapan Pemudi-





Angon Bocah

Era modern merupakan era dimana perkembangan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Pada era ini banyak masyarakat kita yang mulai beralih menggunakan teknologi dan meninggalkan budaya tardisionalnya. Perkembangan teknologi tidak hanya mempengaruhi masyarakat secara umum saja namun perkembangan teknologi ini juga ikut mempengaruhi pola dan perilaku anak-anak. Budaya tradisonal dimana permainan atau mainan tradisional yang dulu masih sering dimainkan anak-anak, sekarang telah dikalahkan dengan adanya permainan modern, misalnya game online dan gadget yang dimiliki. Dampaknya, banyak dari mereka yang sama sekali tidak mengetahui pengetahuan mengenai mainan tradisional dan budayanya sendiri. Lunturnya budaya khususnya mainan tradisional ini menjadikan perlu adanya kegiatan untuk memperkenalkan kembali budaya tradisional. Angon Bocah menjadi salah satu kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya pengenalan kembali pengetahuan budaya tradisioanal bagi masyarakat umum khususnya anak-anak.
Angon bocah sendiri merupakan tradisi yang sudah lama ada pada masyarakat Jawa, namun tradisi ini tidak sepopuler dengan tradisi jawa yang lainnya seperti:  tradisi lahiran, khitanan, mantenan atau kematian. Angon bocah merupakan salah satu dari serangkaian upacara Tumbuk Ageng, Tumbuk berarti bertepatan sedangkan Ageng berarti besar, suatu upacara dari serangkaian siklus hidup manusia Jawa yang diselenggarakan pada masa tua, saat seseorang tepat berusia 8 x 8 tahun (64 tahun), karena pada saat usia 64 tahun ini, hari wetonnya tepat sama dengan hari weton pada saat ia lahir ke dunia sebagai bayi, karenanya delapan windu merupakan berkah agung bagi seseorang yang dapat melewati waktu hidup sekian lama.
Angon artinya menggembala, pada umumnya kata ini dipergunakan untuk hewan ternak, tetapi dalam rangkaian upacara tumbuk ageng, angon dipadukan dengan kata bocah, bahkan dalam pelaksanaannya “Eyang” juga membawa piranti cemeti (alat pecut), ibarat orang yang sedang angon atau menggembala sebagai simbol untuk menggiring agar ingon-ingonannya (peliharaanya) tidak ke mana-mana, atau anak keturunannya diharapkan hidup “trep karo paugeraning ngaurip” dalam istilah bahasa Indonesia berarti sesuai dengan norma kehidupan. Angon bocah berusaha luruh, tetap rendah hati dan tidak tumbuh kesombongan diri, meski anak-anaknya sudah bekerja mapan bahkan mungkin sudah memiliki kedudukan yang bisa dibanggakan, dalam istilah jawa anake uwis ana sing dadi uwong, dalam mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukurnya “Eyang” tetap arif setiap ditanya hendak kemana, jawabannya tidaklah berpesta atau berbelanja tetapi tetap satu kalimat sederhana yaitu Angon Bocah.
Anak, cucu dan cicit semuanya diberi sangu uang dari hasil “Eyang” mengumpulkan beberapa bulan sebelumnya, kemudian semuanya  di “angon” diajak berjalan-jalan ke pasar untuk membeli apa yang mereka suka, seperti membeli makanan yang mereka inginkan bersama. Selain itu angon bocah juga merupakan cara mendekatkan antar sanak saudara yang lama tidak berjumpa karena sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.